Listrik prabayar memudahkan warga Kabupaten Supiori, Papua untuk
mengakses listrik dengan lebih murah. Sebelumnya, kalau tidak memakai
lampu minyak, warga Supiori menghabiskan Rp 50.000 hingga Rp 100.000/hari untuk beli BBM buat genset.
"Sebelumnya pakai pelita dan genset. Minyaknya saya beli tergantung uang yang saya punya. Kalau pakai genset, ada beli 5 liter, itu bisa sampai pagi. Tak tentu, tergantung uangnya. Kadang beli 2 liter," kata Obeth M (54), salah satu warga Desa Syurdori, Kabupaten Supiori, Papua, Rabu (13/2/2013).
Menurut Obeth, harga BBM di tempatnya mencapai Rp 10.000 per liter. Jadi bila ingin genset mampu menyalakan listrik sampai pagi, ia harus merogoh setidaknya Rp 50.000/hari. Itu bisa untuk menyalakan beberapa lampu dan radio.
Pada April 2012, Obeth juga menerima bantuan panel surya dari Pemkab, untuk menerangi listriknya, cukup untuk menyalakan lampu dan telepon. Sayang, panel surya bantuan ini tak panjang umur karena tak ada pendampingan untuk pemeliharaan.
Mulai Desember 2012, Desa Syurdori, Supiori mulai dipasang listrik prabayar. Pemasangan itu semua ditanggung biayanya oleh Pemerintah Kabupaten Supiori plus voucher perdana senilai Rp 100.000. Warga juga diajari cara mengisi listriknya.
"Baru bisa menyalakan lampu dan radio saja. Untuk yang lain belum bisa, dayanya 450 VA, belum cukup," imbuh Obeth yang juga pemimpin Jemaat Gereja di kampung ini.
Dari voucher perdana senilai Rp 100 ribu itu, dengan pemakaian yang lebih banyak hanya untuk lampu, maka listriknya bisa awet hingga bulan Februari 2013 ini. Obeth juga siap membeli sendiri voucher pulsa listrik prabayar.
"Ini sudah mau habis. Maret nanti isi lagi, mungkin Rp 50.000. Ada yang jual di toko itu, nanti beli sendiri," jelas Obeth yang sehari-hari berdagang bensin dan membuka kios tambal ban ini.
Senada dengan Obeth, tetangga Obeth, Arnold Meniber (63) harus merogoh kocek Rp 20 ribu per hari untuk membeli solar genset. Itupun dia urunan dengan beberapa tetangga lain untuk menghidupkan genset listrik sampai pagi.
"Nyala sampai pagi dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi," tutur Arnold.
Setelah ada listrik prabayar, baik Obeth dan Arnold mengakui listrik kini bisa dinikmati pagi, siang hingga malam. Bila ada gangguan, itu pun dari jaringan PLN. "Ada mati-mati, tapi jarang, itu dari pusat," tutur Arnold.
Supiori merupakan kabupaten pemekaran dari Biak Numfor. Perjalanan ke Supiori dari Kota Biak memakan waktu 2,5 jam dengan jarak tempuh sekitar 100 km. Kendati melewati bukit, lembah dan hutan yang masih perawan, namun infrastruktur jalan menuju Supiori sudah baik dan mulus, jalanan sudah beraspal atau beton.
"Sebelumnya pakai pelita dan genset. Minyaknya saya beli tergantung uang yang saya punya. Kalau pakai genset, ada beli 5 liter, itu bisa sampai pagi. Tak tentu, tergantung uangnya. Kadang beli 2 liter," kata Obeth M (54), salah satu warga Desa Syurdori, Kabupaten Supiori, Papua, Rabu (13/2/2013).
Menurut Obeth, harga BBM di tempatnya mencapai Rp 10.000 per liter. Jadi bila ingin genset mampu menyalakan listrik sampai pagi, ia harus merogoh setidaknya Rp 50.000/hari. Itu bisa untuk menyalakan beberapa lampu dan radio.
Pada April 2012, Obeth juga menerima bantuan panel surya dari Pemkab, untuk menerangi listriknya, cukup untuk menyalakan lampu dan telepon. Sayang, panel surya bantuan ini tak panjang umur karena tak ada pendampingan untuk pemeliharaan.
Mulai Desember 2012, Desa Syurdori, Supiori mulai dipasang listrik prabayar. Pemasangan itu semua ditanggung biayanya oleh Pemerintah Kabupaten Supiori plus voucher perdana senilai Rp 100.000. Warga juga diajari cara mengisi listriknya.
"Baru bisa menyalakan lampu dan radio saja. Untuk yang lain belum bisa, dayanya 450 VA, belum cukup," imbuh Obeth yang juga pemimpin Jemaat Gereja di kampung ini.
Dari voucher perdana senilai Rp 100 ribu itu, dengan pemakaian yang lebih banyak hanya untuk lampu, maka listriknya bisa awet hingga bulan Februari 2013 ini. Obeth juga siap membeli sendiri voucher pulsa listrik prabayar.
"Ini sudah mau habis. Maret nanti isi lagi, mungkin Rp 50.000. Ada yang jual di toko itu, nanti beli sendiri," jelas Obeth yang sehari-hari berdagang bensin dan membuka kios tambal ban ini.
Senada dengan Obeth, tetangga Obeth, Arnold Meniber (63) harus merogoh kocek Rp 20 ribu per hari untuk membeli solar genset. Itupun dia urunan dengan beberapa tetangga lain untuk menghidupkan genset listrik sampai pagi.
"Nyala sampai pagi dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi," tutur Arnold.
Setelah ada listrik prabayar, baik Obeth dan Arnold mengakui listrik kini bisa dinikmati pagi, siang hingga malam. Bila ada gangguan, itu pun dari jaringan PLN. "Ada mati-mati, tapi jarang, itu dari pusat," tutur Arnold.
Supiori merupakan kabupaten pemekaran dari Biak Numfor. Perjalanan ke Supiori dari Kota Biak memakan waktu 2,5 jam dengan jarak tempuh sekitar 100 km. Kendati melewati bukit, lembah dan hutan yang masih perawan, namun infrastruktur jalan menuju Supiori sudah baik dan mulus, jalanan sudah beraspal atau beton.
Posting Komentar